Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Dugdag, Tradisi yang Mulai Jarang Ditemui


Infomoga.com -- Dulu saat menyambut bulan puasa Ramadan, di wilayah Moga dan sekitarnya menggelar tradisi dugdag.

Tradisi ini bukan hanya dilakukan pertanda memasuki bulan Ramadan saja, tetapi akan terus berlangsung tiap hari sepanjang bulan Ramadhan hingga memasuki 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri.

Baca juga: Kemenag Gelar Sidang Isbat 1 Syawal Hari Ini Secara Live

Tradisi menabuh bedug atau yang sering disebut dugdag itu sudah berlangsung sejak abad 14 ketika Syeikh Syarief Hidayatullah/Sunan Gunung Jati menyebarkan Agama Islam. Kala itu bedug ditabuh untuk mengabarkan tanda masuknya waktu shalat seperti dikutip dari laman faktajabar.co.id.

Selama Ramadhan seni memukul bedug itu dilakukan ditiap malam Bulan Ramadhan yang bertujuan untuk memberi tanda bahwa masih ada orang yang terjaga hingga waktu sahur.

Biasanya bedug ditabuh bergiliran oleh para pemuda warga sekitar Masjid. Dimulai jam 10 malam atau selepas Tadarus, hingga pukul 12 malam. Penabuh dugdag sendiri sudah turun temurun diajarkan oleh para pengurus masjid dari dulu hingga sekarang.

Menabuh bedug tidak sembarang saja, ada beberapa ketukan yang memang disesuaikan dengan alunan dzikir kalimat tauhid, seperti tahlil Laa Ilaaha Illallah serta bacaan tasbih, tahmid dan takbir. Pada akhir dugdag ditabuh sebanyak 99 kali yang menyesuaikan dengan jumlah Asmaul Husna.

Baca juga: Tradisi Prepegan, Keramaian Pasar Moga Menjelang Lebaran

Khusus untuk menandai datangnya Hari Raya Idul Fitri, dulu dugdag mulai terdengar pada pagi hari di akhir bulan puasa Ramadan dan selepas Ashar bersambung sampai malam takbiran hingga pagi hari menjelang sholat Idul Fitri.

Post a Comment for "Dugdag, Tradisi yang Mulai Jarang Ditemui"